Sebanyak 1 item atau buku ditemukan

Hukum Ekonomi Syariah

Hukum Ekonomi Syari’ah atau Hukum Bisnis Syari’ah dewasa ini menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Perkembangan perbankan syari’ah yang cepat disinyalir sebagai pemicu geliat ekonomi syari’ah di Indonesia. Sehingga masyarakat Indonesia dewasa ini telah akrab dengan penerapan Hukum Islam pada beberapa transaksi ekonomi yang mereka lakukan. Sejatinya penerapan Hukum Islam di Indonesia telah terjadi jauh sebelum Belanda menduduki Indonesia. Hadirnya kerjaan-kerajaan Islam yang menggantikan kerajaan Hindu/Budha inilah yang menerapkan dan menjadikan Hukum Islam sebagai Hukum Positif saat itu. Mengawali perkembangan penerapan Hukum Islam khususnya dalam transaksi Ekonomi yakni penerapan Hukum Islam pada perbankan syari’ah. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia telah membuktikan ketangguhan bank syari’ah yang tetap bertahan dan mempunyai tingkat kesehatan yang baik di tengah kolapsnya bank-bank konvensional yang ada di Indonesia. Hal ini menimbulkan minat masyarakat untuk menggunakan perbankan syari’ah sehingga dalam jangka waktu dua tahun setelah krisis, asset dari perbankan syari’ah naik dua kali lipat. Selain itu posisi perbankan syari’ah menjadi lebih kuat dengan keluarnya fatwa DSN-MUI yang mengukuhkan haram terhadap bunga bank. Saat ini, perbankan syari’ah mengalami perkembangan yang cukup signifikan, marger tiga bank umum syari’ah setidaknya menjadi bukti bahwa Pemerintah pun tidak main-main dalam memberikan dukungan terhadap perkembangan perbankan di Indonesia. Segala hal pembahasan mengenai isu kontemporer perkembangan perbankan syari’ah menjadi pembahasan yang menarik, baik di wilayah akademisi maupun praktisi. Pada tataran akad misalnya, baik akademisi maupun praktisi berusaha untuk mencari solusi agar segala trasaksi yang terjadi di dunia perbankan tidak mengandung unsur gharar, maisir, judi, riba, dan lain-lain. Sehingga titik tekan yang perlu dijadikan pembahasan adalah pada unsur akad. Akad dalam perbankan syari’ah terus dipelajari dan dikembangkan sehingga melahirkan istilah hybrid kontrak atau multi akad yang terus menjadi kajian bagi kaum ekonom syair’ah untuk dapat menyelesaikan permasalahan penerapan akad di perbankan syari’ah. Saat ini perbankan syari’ah kembali diuji ketahannya, utamanya dalam menghadapi wabah covid-19 dan perkembangan era digital yang mengharuskan bank juga melakukan pelayanan secara digital. Tuntutan digitalisasi perbankan saat ini tidak bisa dinafikan. Kebutuhan masyarakat akan kecepatan layanan khususnya bagi mereka yang memiliki gurita bisnis online sangat dibutuhkan. Pada akhirnya, mau tidak mau perbankan syari’ah harus bertransformasi menjadi bank digital. Hal ini tentunya dapat menjadi peluang dan tantangan bisnis bank digital di Indonesia. Urgensi proses transformasi perbankan juga didorong oleh bermunculnya pesaing baru, yaitu perusahaan penyedia jasa keuangan non perbankan atau biasa disebut fintech (Finacial Teknologi). Bisnis fintech mulai menggerus layanan perbankan karena berbagai kemudahan yang ditawarkan tanpa birokrasi yang rumit. Di Indonesia saat ini model bisnis e-commerce telah berkembang, tidak hanya disektor ritel atau pasar untuk produk, tetapi juga berkembang pada layanan transportasi, seperti Go-jek, Uber, Grab, layanan keuangan seperti modalku dan Uang Teman. Layanan keuangan ini merupakan bagian FinTech. Keberadaan dan perkembangan FinTech didukung oelh inovasi teknologi di bidang, cloud computing, learning machines, digital&mobile payment, block chain distributed lodgers dan big data. Di Indonesia layanan FinTech yang saat ini sedang berkembang di bedakan ke dalam beberapa kelompok, yaitu payment sistem, digital banking, online / digital insurance, Peer-to-Peer (P2P) Leanding dan Crowdfunding. Berdasarkan data Bank Indonesia, saat ini terdapat 96 perusahaan FinTech yang beroperasi di Indonesia. Salah satu layanan fintech di Indonesia adalah P2P Leanding dan crowdfunding. Keduanya merupakan salah satu instrument investasi yang bisa masyarakat pilih sebagai protofolio investasinya. Dunia investasi juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan sejalan dengan perkembangan fintech dan ekonomi syari’ah di Indonesia. Sebut saja saat ini bermunculan instrument investasi salah satunya Investasi di Pasar Modal. Jika dulu pasar modal hanya ada pada tataran regular saja, namun sekarang merambah ke pasar modal syari’ah. Pemerintah dalam hal ini pun memberikan dukungan penuh. Beberapa model investasi dikolaborasikan dengan Lembaga filantropi Islam yang bergerak dibidang Zakat, Infaq, Shodakoh dan Wakaf. Salah satu diantaranya adalah Cash Waqaf Link Sukuk, ini merupakan salah satu peluang dalam industri perwakafan yang ada di Indonesia. Instrumen investasi melalui fintech memang banyak diminati oleh generasi milenial, namun demikian bagi UMKM yang masih kesulitan dalam akses internet misalnya tentunya ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Bagaimana kemudian Pemerintah terkait mampu mensosialisasikan kemudahan fintech sebagai alternatif pembiayaan bagi UMKM. Terlebih menghadapi masa pandemi, permodalan menjadi permasalahan yang utama bagi pelaku UMKM. Beberapa stimulus juga harus diberikan oleh Pemerintah sebagai pendorong geliat potensi UMKM dalam perkembangan ekonomi pasca pandemi, sehingga kedepannya UMKM dapat menjadi salah satu pendorong ekonomi Negara yang Tangguh.

Hukum Ekonomi Syari’ah atau Hukum Bisnis Syari’ah dewasa ini menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan.